Minggu, 27 Desember 2015

Oh Ternyata

Selamat datang di blog saya lagi. Semoga cerita ini dapat menginspirasi pembaca. Aamiin. jangan cuma baca ya, ditunggu komentarnya.

Oh Ternyata

“Vin, lihat ini! Dafa membalas bbm-ku.”
Yuna begitu semangat menunjukkan ponselnya padaku. Tak biasanya sahabatku seheboh ini. Ya apalagi kalau bukan tentang Dafa. Anak kelas IPA yang paling kece. Itu sih kalau kata Yuna. Kalau buatku ya biasa aja.
“Kamu yakin itu yang ngebales Dafa? Ya bukannya gimana-gimana sih, tapi kamu tau sendiri kan Dafa itu kan cuek banget sama anak cewek, apalagi sama kamu.”
Sontak Yuna langsung menatapku. Tatapan yang penuh harapan, penuh angan. Senyumnya mendadak ditahan.
“Kok kamu malah gitu sih, Vin. Harusnya kamu dukung aku dong.”
Sebagai seorang sahabat, aku selalu mendukung Yuna. Apapun itu, termasuk masalah hati. Seringkali ia curhat denganku tentang si Dafa. Inilah dan itulah. Banyak. Yang aku heran adalah mengapa Yuna begitu mengidolakan atau bahkan mungkin menyukai Dafa. Entah apa yang istimewa. Kurasa sahabatku yang satu ini benar-benar merasakan jatuh cinta. Sekalipun ia sering menangis, bahkan galau. Sampai ngambek nggak mau makan gara-gara pujaan hatinya.
“Bukan gitu maksud aku, Yun. Ya semoga Dafa udah peka sama kamu.”  Jawabku menghibur temanku yang lagi kegirangan itu. Kulihat ia terus memandangi ponselnya sambil senyum-senyum sendiri. Apakah semua orang yang sedang jatuh cinta akan seperti Yuna?
Dafa Prahasta. Siapa yang tak mengenalnya. Aku yakin hampir satu sekolah kami mengenalnya. Seseorang yang bisa disebut artis sekolah. Ketua tim basket. Ketenarannya membuat banyak perempuan yang jatuh hati padanya. Termasuk sahabatku, Yuna. Ia sudah terkena jerat cinta dari Dafa. Namun sayangnya, Dafa termasuk tipe orang yang cuek. Ia tak pernah menanggapi banyak cewek yang menyukainya. Kalau menurutku cuek sama sombong itu beda tipis tapi sama-sama nyakitin. Buktinya aja Yuna sering merasa tersakiti dengan sikap cueknya Dafa.
Sebenarmya aku tak terlalu yakin dengan Dafa.  Meskipun Yuna banyak bercerita tentang berbagai kelebihan yang dimiliki oleh lelaki yang membuatnya jatuh hati ini. Entahlah, tapi kurasa Dafa bukan orang yang tepat dengan Yuna.
Sering kali Yuna dibuatnya menangis. Pernah suatu ketika Yuna menangis, dia bilang Dafa itu keterlaluan. Hanya karena tak membalas inbox di facebooknya. Namun tak sesederhana itu, Yuna bilang bahwa dia sudah sering bahkan hampir setiap hari mengirim inbox di fb nya Dafa namun tak satupun yang dibalasnya. Tidak cuma itu, Yuna juga selalu komen dan tak pernah absen buat nge-like status Dafa. Tapi hasilnya tetap saja, Dafa tak pernah memberinya respon.
Setiap kali ketemu di sekolah, entah di kantin, koperasi, sampai di perpustakaan Yuna selalu senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Padahal Dafa biasa-biasa aja. Walau sering begitu, Yuna tak pernah menyerah mengejar cinta Dafa. Separah itukah orang yang jatuh cinta?
***
“Yuna....!! Aku dari tadi manggil kamu. Kamu nggak denger apa budeg si?”
Yuna tak menggubris ucapanku. Ia terlihat begitu asik dengan ponselnya.
“Maaf, Vin. Kamu tau aku sama Dafa lagi chattingan. Lagi asik nih.”
Setan jenis apa yang hinggap di tubuh sahabatku ini. Dan setan jenis apa yang sudah membuat Dafa berubah sama Yuna. Mengapa Dafa tiba-tiba ramah begitu sama Yuna.
***
“Vin, kamu perlu tau ini.” Yuna berlari ke arahku. Ya sudah kuduga ini pasti tentang Dafa. Siapa lagi yang bisa membuatnya segirang ini.
“Kenapa?” sebenarnya agak males aku mendengarnya. Apa lagi yang akan ia sampaikan padaku. Jenuh sebenarnya, namun karena aku begitu menghargainya sebagai seorang sahabat aku takkan tega tak menggubris ucapannya.
“Dafa ngajak aku nge-date.”
Yuna begitu bahagia menceritakan itu padaku. Aku hanya diam. Tanpa respon. Entah mengapa. Kurasa Dafa bukan orang yang baik buat Yuna.
“Yun, kamu yakin sama Dafa?”
“Kok kamu bilang gitu si, Vin?”
“Aku rasa Dafa bukan orang yang baik buatmu. Dia sudah punya pacar, Yun.”
Yuna tebelalak menatapku. Tatapan yang tak percaya. Entah tak percaya atau tak mau percaya.
“Nggak mungkin, Vin. Buktinya aja dia deket sama aku. Bahkan dia ngajak aku nge-date. Nggak mungkin dia udah punya pacar.”
“Kamu nggak percaya sama aku?”
“Harusnya aku yang tanya sama kamu, kenapa kamu sepertinya nggak suka aku deket sama Dafa. Apa jangan-jangan kamu suka sama Dafa?” Yuna terlihat begitu marah padaku. Entah mengapa Yuna bisa berkata seperti itu. Padahal aku hanya ingin yang terbaik buat Yuna.
“Kenapa sih semenjak kamu deket sama Dafa sikap kamu berubah. Nggak kayak dulu. Kamu jadi cuek sama aku, kamu berubah, Yun.”
“Jujur aja lah, Vin. Kalo kamu emang suka sama Dafa bilang aja. Nggak usah nyari-nyari kesalahan aku ataupun Dafa. Kamu jahat, Vin.”
Vina pergi meninggalkanku. Kutatap punggungnya yang kian menjauh. Namun pandangan itu hilang bersama dengan air mata yang turun. Ada kecewa mungkin. Mengapa aku tak menceritakan dari awal kalau Dafa sudah punya pacar. Mengapa aku terlambat memberitahu Yuna tentang hal ini. Bahkan disaat Yuna benar-benar merasa bahagia dengan cintanya. Salahku?
***
Hari yang ditunggu Yuna, pertama kalinya ia keluar bareng Dafa. Baginya hari ini sangat istimewa. Pulang sekolah mereka langsung beranjak ke sebuah toko buku. Senyum Yuna merekah, kebahagiaan terlihat dari pancaran wajahnya. Apakah cinta sebahagia itu?
Mereka melangkah ke sebuah kedai kopi setelah cukup lama mencari buku. Langkah penuh harap bagi Yuna. Kuyakin ia akan berpikir bahwa Dafa akan membuat hari bersejarah untuknya. Mungkin ini waktu yang sangat ditunggu-tunggu Yuna, mungkin dulu hanya sekedar angan, tapi sekarang? Hatinya gugup, ada harap yang tak terungkap dibalik senyum dan sikap santainya. Sebuah ungkapan cinta dari orang tercinta.
“Kamu cari siapa, Daf?” tanya Yuna pada Dafa begitu ia mendapati Dafa melihat-lihat ke arah parkiran di kedai itu.
“Aku mau ngenalin kamu sama seseorang.”
“Oh ya? Siapa?”
“Nanti kau akan tau.”
Hati Yuna semakin berdebar, gugup. Siapa orang yang akan dikenalkan kepadanya. Apa jangan-jangan orangtua dari Dafa. Ah, Yuna berusaha menutupi rasa groginya di depan Dafa. Jika benar Dafa akan mengenalkan dirinya pada orangtuanya alangkah seriusnya Dafa dengan Yuna.
“Maaf, sudah menunggu lama.”
Suara seorang perempuan menghentikan lamunan Yuna. Dafa menyambut kedatangan perempuan itu. Rambut hitam panjangnya terurai rapi. Cantik. Yuna hanya memandangi perempuan yang datang itu. Dafa mempersilakan perempuan itu duduk disampingnya. Siapa dia?
“Vin, ini seseorang yang mau aku kenalin ke kamu. Namanya Sarah. Sarah kenalin ini Yuna, temenku.”
Yuna semakin bingung. Wajahnya datar. Apa maksud Dafa. Dengan canggung Yuna menjabat tangan perempuan itu sambil memperkenalkan dirinya. Apa perempuan ini ada hubungannya dengan Dafa, atau mungkin keluarga Dafa.
“Nah, Yun,  aku ngenalin kalian karena Sarah sempat nuduh aku selingkuh sama kamu. padahal kita hanya berteman kan, Yun?”
Yuna hanya mengangguk pasrah. Perasaan gugup tadi berubah jadi perasaan lara, sakit hati, kecewa. Semua bercampur menjadi satu dengan rasa malu. Ia berusaha tegar untuk tak mengeluarkan air mata di depan Dafa dan pacarnya. Apakah cinta sesakit itu? Ah Yun, andai kamu percaya padaku.
***

By : Puput Setiyowati
(Pekalongan, 15 Desember 2015)

Bagaimana pendapatmu kawan? Ditunggu sarannya ya, agar hasilnya bisa lebih baik lagi. Terima kasih :)