Oh
Ternyata
“Vin,
lihat ini! Dafa membalas bbm-ku.”
Yuna
begitu semangat menunjukkan ponselnya padaku. Tak biasanya sahabatku seheboh
ini. Ya apalagi kalau bukan tentang Dafa. Anak kelas IPA yang paling kece. Itu
sih kalau kata Yuna. Kalau buatku ya biasa aja.
“Kamu
yakin itu yang ngebales Dafa? Ya bukannya gimana-gimana sih, tapi kamu tau
sendiri kan Dafa itu kan cuek banget sama anak cewek, apalagi sama kamu.”
Sontak
Yuna langsung menatapku. Tatapan yang penuh harapan, penuh angan. Senyumnya
mendadak ditahan.
“Kok
kamu malah gitu sih, Vin. Harusnya kamu dukung aku dong.”
Sebagai
seorang sahabat, aku selalu mendukung Yuna. Apapun itu, termasuk masalah hati.
Seringkali ia curhat denganku tentang si Dafa. Inilah dan itulah. Banyak. Yang
aku heran adalah mengapa Yuna begitu mengidolakan atau bahkan mungkin menyukai
Dafa. Entah apa yang istimewa. Kurasa sahabatku yang satu ini benar-benar
merasakan jatuh cinta. Sekalipun ia sering menangis, bahkan galau. Sampai
ngambek nggak mau makan gara-gara pujaan hatinya.
“Bukan
gitu maksud aku, Yun. Ya semoga Dafa udah peka sama kamu.” Jawabku menghibur temanku yang lagi
kegirangan itu. Kulihat ia terus memandangi ponselnya sambil senyum-senyum
sendiri. Apakah semua orang yang sedang jatuh cinta akan seperti Yuna?
Dafa
Prahasta. Siapa yang tak mengenalnya. Aku yakin hampir satu sekolah kami
mengenalnya. Seseorang yang bisa disebut artis sekolah. Ketua tim basket.
Ketenarannya membuat banyak perempuan yang jatuh hati padanya. Termasuk
sahabatku, Yuna. Ia sudah terkena jerat cinta dari Dafa. Namun sayangnya, Dafa
termasuk tipe orang yang cuek. Ia tak pernah menanggapi banyak cewek yang
menyukainya. Kalau menurutku cuek sama sombong itu beda tipis tapi sama-sama
nyakitin. Buktinya aja Yuna sering merasa tersakiti dengan sikap cueknya Dafa.
Sebenarmya
aku tak terlalu yakin dengan Dafa. Meskipun
Yuna banyak bercerita tentang berbagai kelebihan yang dimiliki oleh lelaki yang
membuatnya jatuh hati ini. Entahlah, tapi kurasa Dafa bukan orang yang tepat
dengan Yuna.
Sering
kali Yuna dibuatnya menangis. Pernah suatu ketika Yuna menangis, dia bilang
Dafa itu keterlaluan. Hanya karena tak membalas inbox di facebooknya. Namun tak
sesederhana itu, Yuna bilang bahwa dia sudah sering bahkan hampir setiap hari
mengirim inbox di fb nya Dafa namun tak satupun yang dibalasnya. Tidak cuma
itu, Yuna juga selalu komen dan tak pernah absen buat nge-like status Dafa.
Tapi hasilnya tetap saja, Dafa tak pernah memberinya respon.
Setiap
kali ketemu di sekolah, entah di kantin, koperasi, sampai di perpustakaan Yuna
selalu senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Padahal Dafa biasa-biasa aja.
Walau sering begitu, Yuna tak pernah menyerah mengejar cinta Dafa. Separah
itukah orang yang jatuh cinta?
***
“Yuna....!!
Aku dari tadi manggil kamu. Kamu nggak denger apa budeg si?”
Yuna
tak menggubris ucapanku. Ia terlihat begitu asik dengan ponselnya.
“Maaf,
Vin. Kamu tau aku sama Dafa lagi chattingan. Lagi asik nih.”
Setan
jenis apa yang hinggap di tubuh sahabatku ini. Dan setan jenis apa yang sudah
membuat Dafa berubah sama Yuna. Mengapa Dafa tiba-tiba ramah begitu sama Yuna.
***
“Vin,
kamu perlu tau ini.” Yuna berlari ke arahku. Ya sudah kuduga ini pasti tentang
Dafa. Siapa lagi yang bisa membuatnya segirang ini.
“Kenapa?”
sebenarnya agak males aku mendengarnya. Apa lagi yang akan ia sampaikan padaku.
Jenuh sebenarnya, namun karena aku begitu menghargainya sebagai seorang sahabat
aku takkan tega tak menggubris ucapannya.
“Dafa
ngajak aku nge-date.”
Yuna
begitu bahagia menceritakan itu padaku. Aku hanya diam. Tanpa respon. Entah
mengapa. Kurasa Dafa bukan orang yang baik buat Yuna.
“Yun,
kamu yakin sama Dafa?”
“Kok
kamu bilang gitu si, Vin?”
“Aku
rasa Dafa bukan orang yang baik buatmu. Dia sudah punya pacar, Yun.”
Yuna
tebelalak menatapku. Tatapan yang tak percaya. Entah tak percaya atau tak mau
percaya.
“Nggak
mungkin, Vin. Buktinya aja dia deket sama aku. Bahkan dia ngajak aku nge-date.
Nggak mungkin dia udah punya pacar.”
“Kamu
nggak percaya sama aku?”
“Harusnya
aku yang tanya sama kamu, kenapa kamu sepertinya nggak suka aku deket sama
Dafa. Apa jangan-jangan kamu suka sama Dafa?” Yuna terlihat begitu marah
padaku. Entah mengapa Yuna bisa berkata seperti itu. Padahal aku hanya ingin
yang terbaik buat Yuna.
“Kenapa
sih semenjak kamu deket sama Dafa sikap kamu berubah. Nggak kayak dulu. Kamu jadi
cuek sama aku, kamu berubah, Yun.”
“Jujur
aja lah, Vin. Kalo kamu emang suka sama Dafa bilang aja. Nggak usah nyari-nyari
kesalahan aku ataupun Dafa. Kamu jahat, Vin.”
Vina
pergi meninggalkanku. Kutatap punggungnya yang kian menjauh. Namun pandangan
itu hilang bersama dengan air mata yang turun. Ada kecewa mungkin. Mengapa aku
tak menceritakan dari awal kalau Dafa sudah punya pacar. Mengapa aku terlambat
memberitahu Yuna tentang hal ini. Bahkan disaat Yuna benar-benar merasa bahagia
dengan cintanya. Salahku?
***
Hari
yang ditunggu Yuna, pertama kalinya ia keluar bareng Dafa. Baginya hari ini
sangat istimewa. Pulang sekolah mereka langsung beranjak ke sebuah toko buku.
Senyum Yuna merekah, kebahagiaan terlihat dari pancaran wajahnya. Apakah cinta
sebahagia itu?
Mereka
melangkah ke sebuah kedai kopi setelah cukup lama mencari buku. Langkah penuh
harap bagi Yuna. Kuyakin ia akan berpikir bahwa Dafa akan membuat hari
bersejarah untuknya. Mungkin ini waktu yang sangat ditunggu-tunggu Yuna,
mungkin dulu hanya sekedar angan, tapi sekarang? Hatinya gugup, ada harap yang
tak terungkap dibalik senyum dan sikap santainya. Sebuah ungkapan cinta dari
orang tercinta.
“Kamu
cari siapa, Daf?” tanya Yuna pada Dafa begitu ia mendapati Dafa melihat-lihat
ke arah parkiran di kedai itu.
“Aku
mau ngenalin kamu sama seseorang.”
“Oh
ya? Siapa?”
“Nanti
kau akan tau.”
Hati
Yuna semakin berdebar, gugup. Siapa orang yang akan dikenalkan kepadanya. Apa
jangan-jangan orangtua dari Dafa. Ah, Yuna berusaha menutupi rasa groginya di
depan Dafa. Jika benar Dafa akan mengenalkan dirinya pada orangtuanya alangkah
seriusnya Dafa dengan Yuna.
“Maaf,
sudah menunggu lama.”
Suara
seorang perempuan menghentikan lamunan Yuna. Dafa menyambut kedatangan
perempuan itu. Rambut hitam panjangnya terurai rapi. Cantik. Yuna hanya
memandangi perempuan yang datang itu. Dafa mempersilakan perempuan itu duduk
disampingnya. Siapa dia?
“Vin,
ini seseorang yang mau aku kenalin ke kamu. Namanya Sarah. Sarah kenalin ini
Yuna, temenku.”
Yuna
semakin bingung. Wajahnya datar. Apa maksud Dafa. Dengan canggung Yuna menjabat
tangan perempuan itu sambil memperkenalkan dirinya. Apa perempuan ini ada hubungannya
dengan Dafa, atau mungkin keluarga Dafa.
“Nah,
Yun, aku ngenalin kalian karena Sarah
sempat nuduh aku selingkuh sama kamu. padahal kita hanya berteman kan, Yun?”
Yuna
hanya mengangguk pasrah. Perasaan gugup tadi berubah jadi perasaan lara, sakit
hati, kecewa. Semua bercampur menjadi satu dengan rasa malu. Ia berusaha tegar
untuk tak mengeluarkan air mata di depan Dafa dan pacarnya. Apakah cinta
sesakit itu? Ah Yun, andai kamu percaya padaku.
***
By
: Puput Setiyowati
(Pekalongan,
15 Desember 2015)
Bagaimana pendapatmu kawan? Ditunggu sarannya ya, agar hasilnya bisa lebih baik lagi. Terima kasih :)
Keren..:D
BalasHapusTapi ada yang ganjil pas dafa ngenalin sarah ke yuna, disitu vin ikut?
Ciee, ditunggu cerita cerita lainnya..:)
maaf, ada salah pengetikan, disitu mksudnya dafa ngenalin sarah ke yuna bukan ke vina.. hehe :v mkasih sarannya ya:)
BalasHapus